Friday 30 December 2016

PENERAPAN 7 LANGKAH DIAGNOSIS OKUPASI PADA SINDROMA TEROWONGAN KARPAL


 I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sindroma terowongan karpal (STK)   merupakan   kumpulan gejala yang terjadi akibat adanya penekanan pada nervus medianus yang     sering     terjadi akibat   gerakan   berulang pada jari jemari dan pergelangan tangan. Salah satu pekerjaan yang sangat terkait dengan gerakan berulang pada jari jemari dan pergelangan tangan adalah bekerja dengan Video Display Terminal (VDT). Sebuah penelitian melaporkan bahwa seorang petugas entri data melakukan gerakan memencet keyboard sebanyak 20,000 kali  dalam   1 jam   pekerjaannya   sehingga  dapat dibayangkan berapa kali gerakan    repetitive    selama   satu hari yang dilakukan pekerja tersebut dalam melakukan pekerjaannya. [1]

Banyak studi telah melaporkan kaitan antara pekerjaan dengan komputer dengan kejadian STK. Sebuah studi   di     India    tahun 2006    menyebutkan   bahwa prevalensi kejadian STK pada professional yang bekerja dengan komputer  adalah 13,1%  dimana pada  populasi dilaporkan kejadian STK berkisar antara 3-6%[2].    Studi di   Amerika   melaporkan bahwa terdapat 10,9% pekerja dengan komputer mengalami keluhan   terkait   STK dan  setelah dilakukan follow up selama 1 tahun dilaporkan bahwa terdapat 5,5% kasus baru atau memburuknya keluhan terkait STK tersebut.[3]

Walaupun banyak studi telah melaporkan kaitan antara pekerjaan  VDT dengan kejadian STK namun pada dasarnya banyak faktor dapat   menyebabkan STK.  Sindroma terowongan karpal dapat terjadi akibat trauma, infeksi, gangguan metabolik, faktor herediter dan banyak faktor lainnya yang terkait dengan pekerjaan ataupun tidak. Secara epidemiologipun terdapat perbedaan kecenderungan untuk terjadinya STK antara laki-laki dan perempuan, dimana dilaporkan bahwa perempuan lebih mudah untuk terkena STK dibanding dengan laki-laki.

Banyaknya faktor di luar pekerjaan yang dapat menyebabkan STK membawa konsekwensi bagi praktisi kedokteran   kerja  untuk dapat menentukan apakah sebuah kasus STK terkait dengan pekerjaan atau tidak. Makalah ini akan membahas sebuah kasus STK pada seorang perempuan  yang bekerja dengan VDT dan langkah-langkah yang dilakukan dalam menegakkan diagnosis okupasi pada pekerja tersebut.

1.2 PERMASALAHAN

Berbagai penyebab diketahui berperan dalam terjadinya STK sehingga menjadi hal yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis okupasi  apakah kejadian STK terkait dengan pekerjaan atau tidak.

    1. TUJUAN
      1. Menjelaskan  hubungan antara gerakan repetitive  dengan  terjadinya Sindroma Terowongan Karpal
      2. Menjelaskan epidemiologi, klinis dan gejala STK
      3. Menjelaskan cara-cara menegakkan diagnosis STK
      4. Menjelaskan cara-cara melakukan diagnosis okupasi pada kasus STK
         

 
 

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SINDROMA TEROWONGAN KARPAL

Sindroma Terowongan Karpal merupakan neuropati tekanan atau cerutan pada  nervus medianus yang terletak di dalam terowongan  karpal pada pergelangan tangan tepatnya di bawah fleksor retinakulum[4].    Dulu  sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy[5].

Terowongan karpal merupakan suatu terowongan pada dasar sendi pergelangan tangan  yang terbentuk mulai dari ujung lengan bawah melalui tulang-tulang pergelangan dan berakhir pada tulang-tulang telapak  tangan (tulang-tulang karpal).  Pada  sisi  dalam   pergelangan  tangan , terowongan karpal dilindungi dalam jaringan lunak yang disebut ligamentum kanal transversum. Ukuran terowongan karpal lebarnya seperti ibu jari dan batasnya terletak di bagian bawah lipatan kulit pergelangan tangan dan meluas ke bawah sampai ke telapak tangan sekitar 2 sentimeter.5

Melalui terowongan karpal ini terdapat Sembilan tendon fleksor dan  saraf yang bernama nervus medianus. Tendon fleksor merupakan jaringan fibrosa yang menghubungkan otot-otot lengan bawah dengan jari-jari (2 untuk tiap jari dan satu untuk ibu jari, kecuali jari kelingking). Jari dan otot  fleksor  pergelangan  tangan  termasuk  tendon-tendonnya  berasal  dari lengan bawah di epicondilus medialis pada sendi siku dan menempel pada tulang  metaphalang, interphalang proksimal dan interphalang distal jari serta ibu jari.Tendon tersebut memungkinkan pergerakan fleksi pada jari serta memungkinkan mengepalkan tinju pada tiap tangan.4

Nervus medianus berperan dalam 2 hal penting yaitu memberikan suplai sensoris pada sisi ibu jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis dan untuk tendon fleksor.   Ia juga mempersarafi otot hipothenar pada dasar ibu jari.

Ligamentum kanal transversum yang membatasi terowongan karpal bukan merupakan struktur yang fleksibel.  Adanya pembengkakan pada terowongan dapat menyebabkan tekanan pada struktur seperti pembuluh darah dan nervus medianus.   Tekanan pada pembuluh darah dapat menyebabkan   konstriksi   vaskular   sedangkan   penekanan   pada   nervus   medianus dapat menyebabkan kerusakan pada nervus tersebut.

Nervus    medianus   dapat  mengalami  tekanan akibat  berkurangnya ukuran  terowongan   , meningkatnya isi terowongan (bengkak pada jaringan di sekitar tendon fleksor) atau keduanya. Secara  sederhana   dapat   dinyatakan   bahwa   fleksi   pergelangan sebesar 90 derajat dapat mengurangi ukuran terowongan.

Penekanan   nervus   medianus   seiring dengan perjalanannya ke dalam ligamentum carpal transversum menyebabkan atrofi thenar eminence, kelemahan flexor pollicis brevis, opponens pollicis, abductor pollicis brevis, demikian juga hilangnya fungsi sensoris pada yang dipersarafi oleh nervus medianus sampai ligamentum   karpal   transversum.     Terdapat cabang sensoris  superficial    nervus medianus dimana cabang tersebut berada proksimal ligamentum carpal transversum dan berjalan superfisial ke arahnya.   Cabang ini kemudian menginervasi telapak tangan sampai ibu jari.4

2.1.1  EPIDEMIOLOGI

STK   lebih sering terjadi pada wanita dibanding laki-laki.   Di UK setiap tahunnya sekitar 60 sampai 120 wanita tiap 100,000 wanita terkena STK dibanding laki-laki sekitar 35-60 tiap 100,000.  Berdasarkan laporan Bureau of Labor Statistics pada tahun 2007,   STK menempati peringkat kedua sebagai penyebab pekerja cuti terlama karena sakit yaitu sekitar 28 hari diantara gangguan lainnya yang menimbulkan kecacatan dan sakit di sektor industri.

Prevalensi STK  sendiri sangat bervariasi.    Klinik  Mayo pada tahun 1976-1980 melaporkan insiden STK sebanyak 173 per 100,000 pasien wanita pertahun dan 68 per 100,000 pasien laki-laki pertahun. Di Maastricht Belanda, 16% wanita dan 8% laki-laki dilaporkan terbangun dari tidurnya   akibat parestesi jari-jari dimana 45% wanita   dan 8% laki-laki   tersebut   terbukti menderita STK setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik.

 

2.1.2  ETIOLOGI

Pada sebagian kasus STK tidak diketahui persis penyebabnya namun berbagai pekerjaan yang banyak menggunakan tangan dalam jangka waktu lama, sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma terowongan karpal. Pekerjaan yang dimaksud umumnya menggunakan kombinasi antara kekuatan dan pengulangan gerakan yang sama pada jari-jari dan tangan, selama periode waktu yang lama. Sindroma terowongan karpal dapat pula tercetus akibat pajanan terhadap getaran/vibrasi atau akibat posisi tangan yang tidak ergonomis (misalnya pekerjaan dengan komputer) yang terjadi dalam jangka waktu lama.
Beberapa jenis pekerjaan yang dapat menjadi faktor risiko tercetusnya sindroma terowongan karpal antara lain : pengemasan bahan makanan, pengecoran atau pengeboran, penggergajian, perakitan mesin, pekerja pos, dokter gigi dan/atau teknisi gigi, pekerjaan dengan komputer, dekorator, produksi pakaian jadi, pekerjaan kayu (bertukang), dan lain-lain.

Pada banyak kasus lainnya diketahui berbagai kondisi dapat menjadi penyebab STK antara lain [6]:

      • Herediter
      •    Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan, sprain pergelangan tangan. Trauma langsung pada pergelangan tangan
      • Infeksi : tenosinovitis, sarkoidosis
      • Metabolik : amiloidosis, gout
      • Endokrin : diabetes melitus, kehamilan, terapi estrogen
      • Neoplasma : kista ganglion, lipoma
      • Penyakit kolagen vaskular : rheumatoid arthritis, lupus eritematosus sitemik
      • Degeneratif : osteoarthritis
      • Iatrogenik : hematoma, komplikasi terapi antikoagulan

2.1.3  PATOGENESIS

Terdapat   beberapa   hipotesis   mengenai   patogenesis   dari STK.  Sebagian besar   penulis berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan terhadap terjadinya  STK. Umumnya STK terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang   terjadi   ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi udema epineural. Hipotesis ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama malam atau pagi hari dan akan berkurang setelah tangan yang terkena digerak-gerakkan atau  diurut  yang mungkin akibat terjadi perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.1

Pada STK akut  biasanya terjadi penekanan yang melebihi  tekanan  perfusi  kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada saraf perifer dapat pula menimbulkan  invaginasi  Nodus Ranvier  dan  demielinisasi lokal  sehingga  konduksi  saraf terganggu.1

2.1.4 GEJALA

Pada tahap awal gejala umumnya  berupa  gangguan sensorik saja.  Gangguan motorik hanya terjadi pada gangguan berat. Gejala awal biasanya berupa parestesi, baal, rasa seperti tersengat listrik (tingling) pada ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis. Keluhan parestesi biasanya paling dirasakan pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Keluhan  umumnya akan berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkannya pada posisi lebih tinggi. Keluhan  juga akan berkurang bila penderita banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut muncul rasa nyeri yang bisa bertambah berat dengan frekwensi serangan yang lebih sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang nyeri dapat dirasakan sampai lengan atas dan leher sedangkan parestesi hanya dirasakan pada telapak tangan saja.

Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari.   Gejala ini akan berkurang setelah penderita menggerakkan tangannya. Hipoestesia   dapat dijumpai   pada   daerah   yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.

Pada tahap lanjut penderita akan mengeluh jari-jarinya menjadi kurang terampil misalnya saat menyulam   atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan  adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita STK tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinervasi oleh nervus medianus.[7]

2.1.5 DIAGNOSIS

  1. Anamnesis
    Pada anamnesis secara detail harus digali tentang keluhan utama, bagaimana perjalanan keluhan, serta tentang keluhan  lain yang  menyertai.     Penting   juga untuk menggali  riwayat pekerjaan, aktifitas pekerjaan penderita, hobi,  serta aktifitas   lainnya  . Adanya hubungan  antara aktifitas  dan  keluhan  serta  hal-hal  yang   dapat memperberat dan meringankan keluhan juga harus di gali dalam anamnesis. Hal yang juga  penting adalah menggali adanya penyakit atau kondisi yang lain yang dapat juga mendukung terjadinya STK.
  2. Pemeriksaan Fisik
    Harus dilakukan pemeriksaan meyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, sensorik, motorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosis STK adalah[8] :

  • Flick’s sign. Penderita diminta mengebas-kebaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosis STK. Namun harus diingat bahwa tanda ini juga terjadi pada penyakit Raynaud.
  • Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan atrofi otot-otot thenar.
  • Phalen’s test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, menyokong diagnosis STK.
  • Tinel’s sign.   Tes ini menyokong   diagnosis bila timbul parestesi atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi
  • Menilai   kekuatan   dan   keterampilan   otot secara manual ataupun menggunakan dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung   ibu   jari  dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Dinilai juga kekuatan jepitan pada ujung-ujung jari tersebut. Keterampilan atau ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan rumit seperti menulis atau menyulam.
  • Wrist extension test.  Penderita   melakukan   ekstensi   tangan secara maksimal sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga   dapat dibandingkan. Bila selama 60 detik muncul gejala seperti STK maka ini menyokong diagnosis.
  • Tourniquet test. Dilakukan    pemasangan   tourniquet   dengan   menggunakan tensimeter di atas   siku    dengan   tekanan sedikit di   atas tekanan sistolik. Bila dalam 60 detik muncul gejala STK, menyokong diagnosis.
  • Pressure test. Nervus medianus    ditekan di   terowongan    karpal   dengan   menggunakan ibu jari selama 120 detik.
  • Luthy’s sign (bottle’s sign).  Penderita    diminta    melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas.   Bila    kulit    tangan penderita   tidak dapat menyentuh dinding botol dengan rapat, tes dinyatakan positif.
  • Pemeriksaan sensibilitas. Tes dianggap positif bila    penderita    tidak   dapat membedakan dua titik dengan jarak 6 mm di daerah nervus medianus.
  • Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan adakah perbedaan keringat, kulit yang halus di daerah yang dipersarafi nervus medianus.

  1. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik).

  • Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor    unit    pada    otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG dapat normal pada 31% kasus STK.
  • Kecepatan hantar saraf. Pada 15-25% kasus kecepatan hantar saraf dapat normal namun pada STK biasanya menurun dan masa laten distal akan memanjang yang menunjukkan adanya gangguan    pada    konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitive dari masa laten motorik

  1. Pemeriksaan radiologis.
    Pada pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau arthritis. Foto polos leher dapat menyingkirkan adanya penyakit pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus tertentu.
  2. Pemeriksaan laboratorium
    Bila etiologi STK belum jelas dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

2.1.6  KRITERIA DIAGNOSTIK STK AKIBAT KERJA

National   Institute  of   Occupational Safety and Health (NIOSH) mengeluarkan rekomendasi kriteria diagnosis STK yang terkait dengan pekerjaan.  Dalam melakukan diagnosis STK harus memenuhi 2 atau lebih kriteria yang terdiri dari  satu atau lebih gejala dan satu atau lebih temuan objektif dibawah yaitu[9] :

Satu atau lebih gejala berikut yang setidaknya terdapat pada bagian tangan yang dipersarafi oleh nervus medianus :

  1. Parestesi yaitu rasa baal dan rasa seperti kesetrum (tingling)
  2. Hipoestesia yaitu berkurangnya rasa raba pada jari atau ibu jari dan permukaan telapak tangan

Satu atau lebih temuan objektif berikut :

  1. Temuan fisik adanya kompresi nervus medianus termasuk hasil positif Tinel’s sign atau Phalen’s test.
  2. Berkurang   atau   hilangnya   sensasi pin prick test pada kulit yang dipersarafi nervus medianus.
  3. Elektrodiagnostik misalnya pemeriksaan EMG dan pemeriksaan kecepatan hantar saraf.
      
2.2  KAITAN STK DENGAN OPERATOR VDT

Video Display Terminal (VDT) adalah istilah yang diberikan untuk display komputer  terutama untuk istilah ergonomi.    Display   adalah   permukaan      keluaran komputer dan proyeksi dari mekanisme yang menunjukkan teks atau gambar bagi pengguna komputer menggunakan cathode ray tube ( CRT ), liquid crystal display ( LCD ), light-emitting diode, gas plasma, teknologi proyektor lainnya . Display  biasanya juga mencakup layar   atau   permukaan    proyektor dan peralatan lain yang memberikan informasi pada layar.

Penggunaan    komputer   menimbulkan   beberapa masalah kesehatan dalam kaitannya dengan beberapa media lainnya seperti misalnya penggunaan kertas, dampak panjangnya waktu dalam bekerja di depan layar terhadap kesehatan mata dan beberapa otot yang terlibat serta jarak dan desain peralatan terkait dengannya.    Beberapa keluhan yang sering muncul antara lain adalah kelelahan, ketegangan dan iritasi mata, nyeri kepala, nyeri pada otot leher, lengan dan punggung serta gangguan khas seperti sindroma terowongan karpal.

Hampir seluruh pekerjaan  dengan VDT membutuhkan posisi duduk dalam jangka waktu yang cukup lama dan   melibatkan beberapa gerakan yang tampaknya kecil namun harus dilakukan secara berulang-ulang   yang melibatkan otot-otot mata, kepala, tangan dan jari-jemari. Posisi duduk lamapun bila dihubungkan dengan posisi tulang belakang dan otot besar lainnya akan membawa pada konsekwensi tersendiri berupa kelelahan pada otot-otot punggung yang akan membawa nyeri dan injuri pada otot, tendon, sendi dan bahkan jaringan saraf. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan tersebut adalah :

  • Gerakan berulang – melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang seperti misalnya gerakan mengetik, menggerakkan mouse dan lain-lain
  • Posisi kaku atau statis – melakukan pekerjaan dalam   posisi yang   janggal atau   berada dalam posisi yang sama dalam kurun waktu yang lama
  • Pergerakan cepat – mengerjakan suatu pekerjaan dengan kecepatan yang tinggi dengan periode pemulihan yang sempit.
  • Durasi pekerjaan lama – waktu istirahat yang tidak adekuat

 
2.2.2 Gangguan muskuloskeletal yang sering muncul pada pekerja VDT

 

Ganguan yang sering
Gejala
Penyebab
Nyeri otot
Nyeri persisten terutama di tangan
Desain kerja / layout
Tendonitis /inflamasi tendon
nyeri, bengkak pada sendi. kemerahan pada tangan, pergelangan dan lengan. Kesulitan dalam menggunakan tangan
Gerakan berulang
Epicondilitis
 
bengkak dan nyeri pada sendi siku
Gerakan berulang dan work station
Tenosinovitis
Kemerahan, bengkak, nyeri dan kesulitan menggerakan tangan
Gerakan berulang, peningkatan load kerja yang tiba-tiba, tugas baru yang membutuhkan gerakan baru
Kista ganglion
Benjolan di bawah kulit pada tangan atau punggung, nyeri dan kelemahan
Gerakan berulang, excessive bending and/or
deviating wrist
Bursitis
 
Nyeri dan bengkak pada siku dan bahu
Tekanan pada siku dan gerakan bahu yang berulang
Plantar fascitis
Nyeri dan bengkak pada lengkuk telapak kaki
Posisi pronasi (telapak kaki melipat kearah luar pada sendi ankle)

 

 

 

III

MENEGAKKAN DIAGNOSIS OKUPASI

 

Pada bab ini akan   dibahas langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis okupasi pada sebuah    kasus yang terjadi pada seorang perempuan yang bekerja dengan   VDT.   Untuk menegakkan diagnosis okupasi tersebut langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Menegakkan diagnosis klinis
  2. Menentukan adanya pajanan di tempat kerja
  3. Melakukan identifikasi bukti ilmiah keterkaitan antara diagnosis klinis dan pajanan di tempat kerja
  4. Menentukan apakah pajanan cukup untuk menimbulkan diagnosis klinis
  5. Mencari kemungkinan adanya faktor individu yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis
  6. Melakukan identifikasi kemungkinan adanya pajanan dengan potensi bahaya yang sama di luar tempat kerja
  7. Menegakkan diagnosis okupasi

3.1 laporan kasus untuk menegakkan diagnosis klinis

3.1.1  Identitas

  1. Nama : Ny. N
  2. Umur : 30 tahun                    

 

3.1.2 Anamnesis

  1. Keluhan utama
    Rasa baal pada kedua telapak tangan
  2. Keluhan lain/tambahan
    Nyeri pada bahu dan kedua lengan atas
  3. Riwayat perjalanan penyakit sekarang
    Sekitar 3 bulan belakangan ini Ny ,   N   sering merasa baal dan nyeri pada telapak tangan  namun  tidak begitu dihiraukan.   Pada awalnya rasa baal muncul pada pagi hari setelah bangun dari tidur dan akan hilang bila tangan dikibas-kibaskan beberapa saat. Akhir-akhir ini rasa baal semakin sering muncul disertai rasa nyeri terutama    saat   bekerja   dengan komputer. Rasa baal dan  nyeri  akan  berkurang bila tangan digerak  -  gerakkan    atau     di    ayun-ayunkan    dengan  kencang pada   sendi   pergelangan  tangan.  Pasien  juga mengeluhkan akhir-akhir ini kesulitan untuk menggenggam sesuatu seperti saat    memegang      gelas ia   merasa tidak  dapat  melingkarkan jemarinya disekeliling gelas tersebut. Sebelumnya  Ny.N  juga pernah  mengeluhkan    nyeri   pada   bahu    dan  lengan    atas  terutama    bila   pekerjaan sangat menumpuk dan tidak banyak    bergerak    selain bekerja di depan komputer. Walaupun jam kantor hanya 8 jam sehari, biasanya  Ny. N bekerja selama lebih dari 8 jam bahkan terkadang lebih dari 12 jam perhari. Selama bekerja pasien terhubung dengan internet dan tidak menggunakan APD. Di waktu senggang terkadang  pasien menggunakan   internet untuk berkomunikasi dengan teman atau keluarga.
  4. Riwayat penyakit keluarga
    Riwayat keluhan serupa disangkal
    Riwayat Diabetes disangkal
    Riwayat stroke pada ibu
  5. Riwayat penyakit dahulu
    Anemia
    Riwayat trauma pada tangan dan fraktur disangkal
    Riwayat diabetes disangkal
    Riwayat gout disangkal
    Riwayat penggunaan obat estrogen disangkal
  6. Anamnesis okupasi
    1). Jenis pekerjaan
     

Jenis pekerjaan
Bahan/material yang digunakan
Tempat kerja (perusahaan)
Masa kerja
Staf finance
Komputer
.................
Tahun 2003- sekarang

 

2). Uraian tugas

Waktu : Pekerjaan dimulai jam 08.00 pagi kemudian istirahat jam 12.00-13.00 dan meneruskan   pekerjaan  sampai  jam  16.00.  Dalam 1 minggu Ny. N paling tidak sebanyak 2 kali bekerja lembur lebih dari 8 jam sehari. Tugas seperti dijelaskan tersebut telah dilakukan sekitar 8 tahun.

Aktivitas :

  • Menyiapkan dokumen : menyiapkan meja, merapikan tumpukan kertas, membaca dan menyortir dokumen.
  • Memasukkan data ke komputer : mengetik dengan jari-jemari sambil memegang mouse disertai dengan membaca dokumen pada kertas dan layar komputer,
  • Membaca dan membalas email
  • Melakukan percakapan telepon.

 

3). Bahaya potensial

Urutan kegiatan
Bahaya potensial
Gangguan kesehatan yang mungkin
Risiko kecelakaan kerja
Fisik
Kimia
biologi
ergonomic
psikososial
mempersiapkan dokumen
 
memasukkan data ke komputer
 
 
 
 
 
Mengirim dan membalas email
Melakukan Percakapan telpon
 
 
 
Gel. EM
 
 
 
 
 
 
Gel EM
Gel EM
 
 
 
 
 
Gerakan repetitif,
Posisi kaku,
Posisi statis
 
 
 
 
Posisi kaku,
Gerakan repetitif
 
 
 
 
astenofia
iritasi mata
gangguan visus
STK
gangguan otot dan sendi lainnya
gangguan penglihatan
 

 

Pada pasien ini pekerjaan rutin yang dominan  dilakukan adalah duduk di depan meja bekerja dengan komputer dengan jenis pekerjaan yang dilakukan adalah :

Pengetikan :  Pada saat mengetik terjadi gerakan repetitive pada jari jemari disertai dengan posisi  ekstensi atau fleksi > 450 . Pada posisi tersebut terjadi jepitan pada N. Medianus sehingga menimbulkan gejala  rasa   baal dan nyeri pada telapak tangan khususnya yang dipersyarafi oleh N. medianus.

Memegang mouse : saat memegang mouse terjadi juga deviasi pada sendi pergelangan tangan yang juga mendukung untuk terjadinya jepitan pada N. Medianus.


















































               








  

 
 

4) BRIEF SURVEY

KRITERIA
TANGAN & PERGELANGAN
SIKUT
BAHU
LEHER
PUNGGUNG
TUNGKAI
S
I
K
A
P









KEKUATAN
Menjepit > 1 kg
Menggengam > 5
Beban > 5 kg
Beban   > 5 kg
Dengan Beban
Menangani beban > 10 kg
Pedal Kaki yg
> 10 kg> 10 kg
LAMA
Jepitan/Genggaman 10 detik
 
 
Salah satu sikap > 2/menit
> 10 detik
> 10 detik
> 10 detik
> 30% /8 jam
FREKWENSI
> 30 manipulasi per menit
> 2/menit
> 2/menit
> 2/menit
> 2/menit
TOTAL
KIRI
3

KA

3
KI
2
KA
2
KI
3
KA
3
 
 
 
 
 



      1. Resume kelainan yang didapat

  1. Anamnesis : terdapat rasa baal dan nyeri pada telapak tangan
  2. Pemeriksaan fisik pada kedua tangan :

  1. Sensibilitas                                      terganggu                    terganggu
  2. Kekuatan otot                                 berkurang                    berkurang                   
  3. Phalen’s test                                   positif                          positif
  4. Tinnels test                                     positif                          positif
  5. Thenar wasting                               atrofi                           atrofi
  6. Flick’s sign                                     positif                          positif
  7. Wrist extention test                                    positif                          positif

      1. Pemeriksaan penunjang
            Laboratorium :      Hb : 14,2 mg%                     HCT : 40
                                           LED : 8                                Trombosit : 374,000
                                           Lekosit : 6,700
                                           GDP : 74                             Asam urat : 5,4
      2. Hasil body map
        a. Terdapat nyeri pada bahu kanan dan kiri
        b. Terdapat rasa baal dan nyeri pada kedua tangan
      3. Hasil brief survey

  1. Tangan dan pergelangan :

  1. Tekanan    pada    jari saat melakukan pengetikan dengan > 30 manipulasi permenit
  2. Fleksi dan ekstensi > 45%
  3. Deviasi pada sendi baik kearah ulna atau radial 
  4. Genggaman > 10 detik

  1. Sikut : ekstensi dan rotasi pada siku selama  > 2 menit
  2. Bahu : ekstensi > 45o selama > 10 detik dan dilakukan berulang > 2 kali permenit

3.1.8   Diagnosis kerja

Berdasarkan kriteria NIOSH di atas dapat disimpulkan diagnosis kerja adalah :  Sindroma Terowongan Karpal bilateral


Diagnosis banding

  1. Tenosinovitis :  biasanya  disertai Kemerahan, bengkak, nyeri dan kesulitan menggerakkan tangan
  2. Trigger finger : gejala utamanya nyeri tanpa rasa baal
  3. Rheumatoid arthritis : biasanya disertai gejala sistemik 
3.2  Menentukan adanya pajanan di tempat kerja
Pajanan di tempat kerja diperoleh dari wawancara dengan pasien serta panduan lembar brief survey. Sebagai staf finance sebagian besar pekerjaan setiap harinya menggunakan media komputer. Terdapat pajanan ergonomi  berupa  gerakan   repetitive, posisi kaku dan statis terutama pada sendi pergelangan tangan, siku dan bahu. saat melakukan pekerjaan  di depan  komputer.   Berdasarkan  hasil  brief  survey terdapat manipulasi terutama  pada tangan dan pergelangan berupa :

  1. Tekanan pada jari saat melakukan pengetikan  > 30 manipulasi permenit
  2. Fleksi  dan ekstensi > 45%
  3. Deviasi pada sendi baik kearah ulna atau radial 
  4. Genggaman > 10 detik
     
3.3 Melakukan identifikasi adanya bukti ilmiah

      1. Anderson dan kawan-kawan melakukan penelitian untuk mengetahui apakah pekerjaan dengan komputer dapat menyebabkan STK. Penelitian dilakukan dengan   responden mengisi kuesioner baseline yang terkait dengan 3 outcome yaitu rasa seperti    kesetrum pada jari dan baal pada tangan kanan   ;    rasa kesetrum di area yang dipersarafi oleh n. medianus, baal   atau nyeri  pada tangan kanan; dan gejala gangguan pada  n.  medianus pada   malam hari.   Selama satu tahun  , responden kembali   ditanya  tentang baal pada tangan kanan dan rasa kesetrum dan gejala-gejala gangguan n.medianus, terutama pada responden yang pada data base line tidak mengalaminya.  Terdapat  5,658  responden yang mengisi    kuesioner. Rata-rata pengunaan mouse pada responden perempuan adalah  14.7 jam perminggu dan laki-laki 12.5 jam perminggu dan penggunaan keyboard  9.3 jam    perminggu   dan  8.0 jam perminggu berturut-turut. Penelitian ini  juga mempelejari efek  postur saat bekerja, kenyamanan lingkungan kerja dan faktor psikososial.

Dari  data   kuesioner baseline didapat prevalensi rasa kesetrum tangan kanan dan baal adalah 10,9% dengan  4,8 % mengalami rasa kesetrum pada n.medianus dan baal dan  1,4%   mengalami gejala pada malam hari.  Setelah satu tahun follow up gejala baru atau   memburuknya    gejala STK   sebesar 5,5%   dengan 1,2% mengalami gejala n.medianus.   Kebanyakan responden merasakan bahwa gejala yang dialami tetap selama satu tahun.

Dengan analisis multivariate disimpulkan bahwa faktor risiko terjadi STK  pada  pengguna  komputer  adalah  pengguna  mouse  lebih  dari  30  jam perminggu, sedangkan postur, kenyamanan kerja dan faktor psikososial tidak berpengaruh terhadap kejadian STK 1

      1. Penelitian kros   seksional   dilakukan di perusahaan teknologi informasi dan komunikasi  di  Cina.  Responden  berjumlah  340   kuesioner   dengan   82 sukarelawan    berpartisipasi    dalam   melakukan   pemeriksaan fisik pada penelitian ini.   Dilakukan pemeriksaan  fisik dan  konduksi  saraf disertai  dengan analisis faktor risiko pekerjaan.   Dari 340 responden diketahui bahwa prevalensi STK  adalah 3,8%,    dimana median perpanjangan    masa laten distal motorik sebesar >4,2 msec  ditemukan pada 3,7% pada sub   grup yang    menerima    pemeriksaan.      Di   laporkan   juga bahwa gejala klasik STK berhubungan dengan BMI dan senioritas kerja. Perpanjangan masa laten distal motorik berhubungan dengan usia (>35 tahun). [10] 
      2. Lusan Maria Tamba   dan    Pudjowidyanto   melakukan penelitian untuk mengetahui Karakteristik penderita   STK    di   poliklinik RM RS Karyadi Semarang di Poliklinik Instalasi    Rehabilitasi   Medik. Penelitian  bersifat  observasional deskriptif.    Data  diperoleh dari rekam medis pasien dengan diagnosis STK yang berobat pertama kali ke Poliklinik IRM RS Dr. Kariadi Semarang tahun 2006. Dilaporkan bahwa selama 1 tahun  didapatkan 34 penderita STK baru, yaitu 4% dari seluruh pasien baru (838 orang). Sebanyak 32 orang (94,1%) adalah perempuan dan 2 orang (5,9%) laki-laki, 18 (53%) unilateral dan 16 (47%) bilateral. Kelompok   usia    terbanyak adalah 41-50 tahun (38,2%) dan 51-60 tahun (35,3%). Pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga (61,8%). Keluhan/gejala terbanyak   adalah parestesi (97%) dengan Tanda Tinel positif didapatkan pada 88,2% penderita.  Pemeriksaan elektrodiagnostik   dilakukan   pada 17   orang (50%). Program rehabilitasi terbanyak diberikan adalah terapi ultrasound pada 26 orang (76,5%) dengan frekuensi setiap hari selama satu minggu.[11]
      3. Studi pada 100   pekerja   kantor dengan beragam pekerjaan dilakukan di Midwestern University. Studi bertujuan untuk menentukan efek pajanan kerja, postur, psikososial dan faktor  individu   pada STK.  Studi dilakukan pada penderita STK dan non STK. Dilaporkan bahwa faktor utama penyebab STK adalah terus-menerus mengetik dalam kurun waktu yang lama, posisi statis dan  posisi pergelangan tangan  (fleksi/ekstensi), posisi duduk dan ukuran pergelangan tangan. Pekerja dengan masa mengetik yang lebih lama, dengan posisi pergelangan yang lebih tertekuk serta pekerja yang memiliki ukuran pergelangan tangan lebih besar lebih berisiko untuk menderita STK.[12]
         
      4. Mohamed Ali dan Sethiyasekaran melakukan penelitian potong lintang pada professional  yang bekerja dengan komputer dengan kejadian STK di India. Data diambil dari 648 subyek secara random dengan melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik berupa   tes   Tinel dan Phalen .  Dilaporkan bahwa prevalensi STK sebanyak 13,1% dengan prevalensi pada laki-laki 14,5% dan pada perempuan  6,8%.   Prevalensi  STK lebih tinggi pada kelompok  usia diatas 30 tahun dibanding dengan kelompok usia 20-30 tahun, pekerja dengan masa kerja lebih dari 8 tahun  dibanding pekerja dengan masa kerja kurang  dari  4 tahun, dan pada pekerja yang   bekerja   lebih    dari   12 jam   sehari dibanding pekerja yang bekerja kurang dari 8 jam perhari. Setelah dilakukan penyesuaian berdasarkan usia, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, jenis kelamin dan BMI dapat disimpulkan bahwa faktor risiko untuk terjadinya STK yang bermakna adalah masa kerja dengan menggunakan komputer, lama kerja perhari, jenis pekerjaan sebagai administrator system   dan   pengguna  internet di waktu senggang.2
3.4 Apakah pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis


  1. Masa kerja Pasien : 8 tahun
  2. Jumlah jam terpajan perhari : 8 jam atau 40 jam perminggu. Pajanan yang paling mungkin berkontribusi terhadap terjadinya STK adalah mengetik dan memegang mouse saat bekerja dengan VDT
  3. Tidak disebutkan adanya pemakaian APD. Saat ini telah tersedia “hand rest splint” yang dapat menahan sendi pergelangan tangan pada posisi normal.
    Berdasarkan ketiga hal tersebut diatas dapat   disimpulkan   bahwa jumlah pajanan cukup untuk dapat menimbulkan diagnosis klinis
3.5 Faktor individu yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis
Jenis kelamin pasien : berdasarkan studi kebanyakan penderita STK adalah wanita.  Pada  anamnesis  mengaku  tidak  menggunakan  kontrasepsi  hormonal  dan  pada pemeriksaan fisik pergelangan pasien tampak kecil


3.6 Pajanan sama di luar pekerja
Terkadang di waktu kosong berhubungan sosial menggunakan media internet selama sekitar 30 menit dan di lain pihak sebagai ibu rumah tangga pasien juga melakukan kegiatan    sehari-hari   yang   melibatkan    gerakan  berulang pada   tangan   dan  pergelangan  seperti mengulek, memeras santan kelapa dan pekerjaan rumah tangga lainnya.  Pekerjaan rumah tangga biasanya hanya dilakukan di akhir minggu selama 1-2 jam perhari. Pajanan lain seperti menjahit dengan mesin jahit tidak ditemukan 


3.7 Diagnosis okupasi
  Sindroma terowongan karpal bilateral akibat kerja

 
IV

PEMBAHASAN

Sekilas dapat dilihat bahwa  kasus di atas merupakan kasus yang sangat khas dimana seorang wanita yang telah bekerja selama 8   tahun   dengan  menggunakan komputer   datang dengan  keluhan yang terkait  dengan  STK. Walaupun demikian sebagai praktisi kedokteran kerja harus tetap berhati-hati  dan  cermat   melakukan investigasi dalam menegakkan diagnosis okupasi. Pada kasus ini penegakkan diagnosis okupasi dilakukan melalui 7 langkah penegakkan diagnosis okupasi dengan langkah-langkah seperti telah dijelaskan di atas.

Penegakkan diagnosis klinis sebagai langkah pertama pada kasus ini dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik khusus seperti tes Tinel dan tes Phalen. Beberapa penelitian dan jurnal menyatakan bahwa STK secara klinis telah dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan   fisik khusus   seperti tes tersebut   di atas. Pada kasus ini dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik telah mendukung tegaknya diagnosis STK.

Pada kasus ini  kaitan antara keluhan dengan  pekerjaan  di tempat kerja sudah tercermin dengan jelas  pada  anamnesis,  bahkan  pasien  dapat menggambarkan bahwa keluhan sering muncul terutama saat bekerja dengan komputer.   Banyak penelitian telah melaporkan adanya hubungan antara pekerjaan dengan VDT dengan  kejadian STK. Penelitian Anderson di Amerika, Huo di Cina serta Ali dan Sathiyasekaran di India melaporkan tingginya prevalensi STK pada pekerja yang bekerja dengan VDT. Penelitian di Midwestern University secara khusus juga melaporkan  bahwa pekerja dengan masa mengetik yang lebih lama, dengan posisi pergelangan yang lebih tertekuk serta pekerja yang memiliki ukuran pergelangan tangan lebih besar lebih berisiko untuk menderita STK.[13]

Adapun mengenai jumlah pajanan yang diterima oleh pasien, maka informasi mengenai masa kerja dan jumlah jam kerja perhari sudah cukup mewakili jumlah pajanan yang diterima. Pada kasus ini pekerja telah bekerja selama 8 tahun dan jam kerja perharinya adalah 8 jam atau 40 jam perminggu. Masa kerja dan durasi pajanan perhari pada kasus ini tampaknya cukup untuk dapat menimbulkan  STK. Hal ini dikuatkan oleh penelitian Ali dan Sathiyasekaran yang melaporkan bahwa masa kerja lebih dari 8 tahun lebih berisiko untuk    menderita STK dibanding pekerja dengan masa kerja kurang dari 4 tahun. Anderson   juga   melaporkan   bahwa  pengguna mouse selama lebih dari 30 jam perminggu berisiko   lebih tinggi untuk menderita STK disbanding pengguna kurang dari 20 jam perminggu.

Dari  7 langkah penegakkan diagnosis okupasi, ketika diterapkan pada pasien ini tampaknya baru sampai pada langkah ke empat, diagnosis okupasi telah dapat ditegakkan. Diagnosis klinis yang cukup jelas  ,  adanya   pajanan di  tempat  kerja yang telah didukung oleh banyak studi dapat menyebabkan diagnosis klinis serta jumlah pajanan yang  cukup bermakna sesuai hasil studi sangat mendukung tegakkan diagnosis okupasi. Namun kita tidak dapat mengabaikan langkah-langkah selanjutnya yaitu identifikasi tentang faktor individu dan adanya pajanan serupa di luar pekerjaan.

Pada pasien    kasus STK di atas tetap sangat penting untuk melihat kontribusi faktor individu dalam menyebabkan STK karena memang STK dapat disebabkan oleh berbagai etiologi di luar pekerjaan.   Secara   epidemiologi  juga  dilaporkan  bahwa  STK  lebih  banyak  diderita oleh perempuan dibanding laki-laki. Namun pada penelitian Ali dan Sethiyasekaran prevalensi STK pada laki-laki hampir 2 kali disbanding  pada perempuan, dijelaskan bahwa hal ini disebabkan karena pekerja laki-laki telah bekerja lebih lama disbanding perempuan serta waktu kerja juga lebih panjang. Dari penelitian tersebut   nampak  bahwa faktor gender tidak secara signifikan berpengaruh terhadap terjadinya STK pada pekerja VDT. Sehingga kita dapat mengabaikan adanya peran faktor gender  dalam menyebabkan STK pada pasien ini.

Demikian pula halnya dengan pajanan yang sama diluar pekerjaan, pada pekerjaan dengan VDT kita tidak dapat mengabaikan penggunaan   VDT di   luar pekerjaan.   Saat ini interaksi social banyak yang menggunakan media internet   sehingga terdapat tambahan waktu berhubungan dengan VDT dalam aktivitas harian. Pada pasien   ini adanya penggunaan internet di waktu senggang dapat menambah beban pajanan untuk   terjadinya   STK.  Demikian halnya dengan beberapa pekerjaan rumah tangga dapat pula menyebabkan terjadinya STK. Pada penelitian di Semarang dilaporkan bahwa 94,1% penderita STK adalah perempuan dan 61,8% nya adalah ibu rumah tangga.

Walaupun demikian adanya pajanan serupa di luar pekerjaan seperti yang dijelaskan di atas tidak menghalangi untuk menegakkan diagnosis okupasi STK akibat kerja karena pajanan yang jelas terkait   dengan     STK adalah pajanan di tempat kerja berdasarkan jumlah dan lama pajanan. Disamping itu kualitas dan kuantitas pajanan di luar pekerjaan nampaknya tidak cukup untuk dapat menyebabkan STK.

Selain 7 langkah penegakkan diagnosis okupasi di atas, NIOSH telah mengeluarkan kriteria yang sederhana dan mudah untuk diterapkan dalam menegakkan diagnosis STK akibat kerja. Kriteria ini dapat digunakan pada pekerja yang telah jelas mendapat pajanan yang dapat menyebabkan STK. Sindroma Terowongan Karpal dapat ditegakkan bila memenuhi minimal 1 kriteria subyektif   dan 1 kriteria obyektif.  Gejala subyektif berikut setidaknya terdapat pada bagian tangan yang dipersarafi oleh nervus medianus :

  1. Parestesi yaitu rasa baal dan rasa seperti kesetrum (tingling)
  2. Hipoestesia yaitu berkurangnya rasa raba pada jari atau ibu jari dan permukaan telapak tangan

Temuan objektif sebagai berikut :

  1. Temuan fisik adanya kompresi nervus medianus termasuk hasil positif Tinel’s sign atau Phalen’s test.
  2. Berkurang   atau   hilangnya   sensasi pin prick test pada kulit yang dipersarafi nervus medianus.
  3. Elektrodiagnostik misalnya pemeriksaan EMG dan pemeriksaan kecepatan hantar saraf.

Pasien di atas telah memenuhi 2 kriteria subyektif maupun obyektif. Secara subyektif pasien mengeluhkan rasa baal dan nyeri pada telapak tangan dan secara obyektif  ditemukan tes Tinel dan tes Phalen positif serta berkurangnya sensibilitas pada kulit.  Dengan dasar adanya riwayat pekerjaan dengan pajanan berupa bekerja dengan VDT maka secara sederhana dengan kriteria NIOSH di atas kita dapat menegakkan diagnosis STK akibat kerja.


 

V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

5.1.1 Bekerja dengan VDT mengandung beberapa risiko yang secara dominan terkait dengan masalah  ergonomi khususnya gerakan repetitive, posisi kaku dan statis terutama pada pergelangan tangan yang dapat menyebabkan STK

5.1.2 Berbagai   penelitian di berbagai tempat melaporkan peningkatan prevalensi STK pada pekerja yang bekerja dengan VDT.

5.1.3 Penegakkan diagnosis okupasi   sebaiknya   dilakukan mengikuti 7 langkah  diagnosis okupasi sehingga diagnosis okupasi dapat ditegakkan dengan cermat dan akurat.

5.1.4 Pada kasus di atas dapat ditegakkan diagnosis okupasi STK akibat kerja karena setiap langkah diagnosis okupasi secara jelas menunjukkan keterkaitan pajanan di tempat kerja dengan diagnosis klinis yang telah ditegakkan.

5.1.5 Dalam  menegakkan diagnosis STK akibat kerja, NIOSH merekomendasikan kriteria diagnosis yang cukup sederhana dan mudah digunakan dalam praktek sehari-hari dengan panduan kriteria subyektif dan temuan obyektif.

5.2  SARAN

5.2.1 Pada pekerja   dengan    VDT harus    diperhatikan kemungkinan gangguan kesehatan yang dapat muncul terutama STK

5.2.2 Perlu untuk menegakkan diagnosis okupasi pada STK yang terjadi pada pekerja dengan pajanan yang terkait sebagai dasar untuk melakukan tindakan pencegahan.

5.2.3  Praktisi kedokteran kerja  sebaiknya selalu mengikuti langkah-langkah diagnosis okupasi agar dapat menegakkan diagnosis okupasi dengan cermat dan akurat  .

4.2.3 Kriteria diagnostik yang direkomendasikan oleh NIOSH dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis  STK akibat kerja






DAFTAR PUSTAKA



1.       Fine J Lawrence, Silverstein Barbara A. Work Related Disorder    of   the   Neck and Upper Extremity. In Levi  Barry S, Wegman  David H. Occupational Health : Recognizing and Preventing Work-Related Disease and Injury. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000
2.       Ali Mohamed, Sathiyasekaran. Komputer Professional and Carpal Tunnel Syndrome. International Journal of Occupational Safely and Ergonomy (JOSE). Vol 12, no 3 319-325. 2006
3.       Wellbery C,  Am Fam Physician. 2004 Feb 1;69(3):643-647.cited Andersen  JH, et al.  Komputer use and carpal tunnel syndrome.  JAMA.  June  11,  2003;289:2963–9.
4.       Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (STK) atau (Carpal Tunnel Sybdome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16 – 27
5.       DeJong RN. The Nurologic Examination revised. 5th ed. JB Lippincot. Philadelphia. 1992 ; 557 -559
6.       Rosenbaum R. Carpal Tunnel Syndrome. In : Johnson RT, Griffin JW, editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 5 th ed. St. Louis : Mosby ; 1997 ; 374-379
7.       Rambe S Aldi. Sinroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. http://library.usu.ac.id
8.       Latest diagnostic criteria for carpal tunnel. http://www.carpal-tunnel-symptoms.com/Latest-diagnostic-kriteria-for-carpal-tunnel.html
9.       Wen-Hsuan Hou MD, Jin-Huei Hsu PhD, Ching-Hua Lin MD, MSc, Huey-Wen Liang MD.  tunnel syndrome in male visual display terminal (VDT) workers. Article first published online: 11 DEC 2006
10.    Tamba Maria Lucia,  Pudjowidwanto H.   Karakteristik  Penderita STK pada Instalasi Rehabilitasi Medik RS Dr. Karyadi Semarang 2006. Media Medika Indonesiana. Vol 43 No 1. 2008
11.    Ali Mohamed, Sathiyasekaran. Komputer Professional and Carpal Tunnel Syndrome. International Journal of Occupational Safely and Ergonomy (JOSE). Vol 12, no 3 319-325. 2006
 
[3] Wellbery C,  Am Fam Physician. 2004 Feb 1;69(3):643-647.cited
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

No comments:

Post a Comment